Sleman||Jejakkontruksi.com-Di usia 60 tahun, Suyati, warga Padukuhan Glendongan, Kalurahan Caturtunggal, Kapanewon Depok, Sleman, menghadapi cobaan berat. Setelah melaporkan dugaan penganiayaan yang dilakukan seorang pria bernama Pulung Widodo ke Polsek Depok Barat, ia justru dihadapkan pada tekanan baru: pemaksaan untuk berdamai di bawah ancaman dari orang-orang dekatnya.
Peristiwa ini terjadi saat Suyati sedang berada di rumah. Tiba-tiba, pelaku datang bersama beberapa orang dan membawa surat pernyataan damai. Tanpa pendamping hukum dan dalam kondisi psikis yang terguncang, Suyati dipaksa menandatangani dokumen tersebut.
“Kalau saya tidak tanda tangan, saya diancam akan dicoret dari keluarga dan diusir dari rumah,” ujar Suyati dengan mata berkaca-kaca saat ditemui di kawasan Jalan Pleret, Bantul, Rabu malam (30/7).
Mirisnya, surat sepihak itu turut disahkan oleh Ketua RT setempat, lengkap dengan cap resmi. Padahal, tidak ada proses mediasi formal, apalagi perlindungan terhadap hak-hak korban.
Merasa terintimidasi dan tertekan secara psikis, Suyati menolak tunduk. Ia memilih melawan, dan telah melaporkan kasus ini ke Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Pengendalian Penduduk (DP3AP2) DIY. Bukti foto kekerasan dan kronologi kejadian telah diserahkan.
“Saya ingin kasus ini lanjut. Saya memang takut, tapi saya tidak ingin terus diam,” ucap Suyati dengan suara bergetar, menggambarkan keberanian dalam keterbatasan.
Kasus ini kini menjadi perhatian banyak pihak. Langkah Suyati, meski kecil, mencerminkan perlawanan terhadap praktik pemaksaan damai yang kerap membungkam korban kekerasan.
Redaksi Jejakkonstruksi.com akan terus mengawal perkembangan kasus ini. Karena keadilan sejati tidak boleh dikompromikan, apalagi dengan cara menekan yang lemah agar bungkam.
Kontributor: Sugiman
Editor :Redaksi
