Boyolali |jejakkontruksi.com –Proyek pelebaran Jembatan Pulutan yang dikerjakan Dinas Pekerjaan Umum (DPU) dan Penataan Ruang Kabupaten Boyolali kembali menuai sorotan. Proyek dengan nilai kontrak fantastis Rp 4.316.222.000 itu diduga sarat penyimpangan.
Hasil investigasi lapangan awak media menemukan indikasi penggunaan BBM bersubsidi jenis Biosolar untuk mengoperasikan alat berat ekskavator. Mirisnya, bahan bakar tersebut tidak dibeli resmi, melainkan disedot langsung dari tangki dump truck untuk pengisian ke ekskavator.
“BBM-nya memang dari solar subsidi, disedot dari tangki truk lalu masuk ke ekskavator,” ujar salah seorang pekerja yang enggan disebutkan namanya.
Penggunaan BBM bersubsidi untuk proyek bernilai miliaran jelas menyalahi aturan. Sesuai ketentuan dalam Undang-Undang Migas, BBM bersubsidi diperuntukkan bagi masyarakat kecil dan sektor tertentu, bukan untuk menunjang proyek besar dengan dana jumbo.
K3 Diabaikan
Selain dugaan penyalahgunaan BBM, aspek Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) juga tampak diabaikan. Pekerja proyek terlihat tidak menggunakan alat pelindung diri (APD) seperti helm dan perlengkapan keselamatan lain. Padahal, aturan K3 wajib diterapkan di setiap proyek konstruksi untuk mencegah kecelakaan kerja.
CV Tunas Jadi Sorotan
Proyek ini digarap oleh CV Tunas. Namun, hasil penelusuran menunjukkan alamat perusahaan tersebut tidak jelas tercatat. Kondisi ini menimbulkan dugaan adanya perusahaan “bodong” yang hanya dijadikan pelaksana formal untuk menggarap proyek bernilai miliaran rupiah.
Bisa Masuk Ranah Hukum
Jika dugaan tersebut terbukti, praktik ini bisa menyeret para pihak terkait ke ranah hukum. Pasal 55 dan 56 KUHP menegaskan, siapa pun yang turut serta atau membiarkan penyalahgunaan wewenang dalam proyek negara dapat dimintai pertanggungjawaban pidana.
Kini publik menunggu sikap tegas aparat penegak hukum: apakah dugaan penyalahgunaan BBM subsidi dan pelanggaran K3 di Boyolali ini akan dibiarkan, atau justru ditindak sesuai aturan hukum yang berlaku?
(Angger & Team)
