MAGELANG | JEJAKKONTRUKSI.COM Bau busuk praktik tambang emas ilegal kembali menguar dari jantung Kabupaten Magelang. Tak sekadar ulah penambang liar, tapi kali ini menyeret nama-nama berpengaruh: kepala desa, oknum pengacara, hingga aparat berseragam. Sebuah jaringan tambang yang konon “kebal hukum” sedang memainkan peran kotor di balik kilau emas.
Dari hasil penelusuran tim investigasi Jejakkontruksi.com, aktivitas tambang emas ilegal di Desa Paripurno, Kecamatan Salaman, berjalan terang-terangan bak proyek resmi. Padahal, kegiatan ini jelas melanggar UU Minerba dan aturan lingkungan hidup. Ironisnya, semua berlangsung di depan mata tanpa tindakan berarti.
Sumber kuat di lapangan menyebut, Kepala Desa Paripurno berinisial IKWN diduga menjadi otak di balik eksploitasi liar yang menggunakan tanah bengkok desa sebagai lokasi tambang. Ia disebut berkolaborasi dengan HD, ketua paguyuban setempat yang berperan sebagai pengatur operasional harian.
Lebih jauh lagi, muncul nama oknum pengacara berinisial ICH, yang disebut sebagai pendana utama sekaligus anggota aktif jaringan tambang ilegal ini. Sosok ini tak sendiri — YL, suaminya yang berstatus oknum anggota TNI Kodim Magelang, diduga menjadi “tameng keamanan” aktivitas tambang. Di lapangan, WN alias Saprol, tangan kanan ICH, menjadi koordinator operasional di lokasi.
“Kalau bukan karena ada yang kuat di belakang, mana mungkin tambang ilegal bisa berjalan seterbuka ini,” ungkap salah satu warga Paripurno yang meminta identitasnya disembunyikan.
Sementara itu, Polresta Magelang dan Ditkrimsus Polda Jateng disebut belum melakukan langkah tegas. Ada desas-desus “aroma kompromi” agar kasus ini tak naik ke permukaan. “Seolah ada tangan tak terlihat yang melindungi mereka,” tambah sumber lain yang terlibat dalam pemantauan lapangan.
Padahal, kerusakan lingkungan sudah tak bisa ditutup-tutupi. Lahan hancur, air keruh beracun, dan ancaman longsor mengintai rumah warga. Penggunaan bahan kimia ekstraktif tanpa izin menjadikan wilayah itu seperti bom waktu ekologis yang siap meledak.
Seorang aktivis lingkungan Magelang menegaskan,
“Kalau aparat diam, berarti hukum sudah benar-benar lumpuh. Di Paripurno, emas lebih berharga dari keadilan.”
Kini publik menatap tajam ke arah DLH, Gakkum KLHK, dan aparat penegak hukum.
Apakah mereka akan berani membongkar jaringan emas haram di Tanah Paripurno?
Ataukah hukum kembali membuktikan, tajam ke bawah tumpul ke atas?
(Tim&Red]
–
